Tradisi Barikan di Desa Kedungwaru Kidul
Barikan merupakan tradisi yang dilaksanakan
sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat atau berkah yang telah diterima dari sang Kuasa. Barikan sendiri berasal dari
bahasa Arab baro’ah yang berarti
berkah. Di desa
Kedungwaru Kidul Karanganyar Demak, tradisi barikan dilaksanakan oleh warga per RT setiap tanggal
1 Suro (tahun baru
hijriah). Selain sebagai ungkapan rasa syukur tradisi barikan merupakan alat
untuk memperkuat solidaritas diantara warga setempat. Ketika menjelang
tanggal 1 Suro sebagian
besar masyarakat sudah sibuk memperbincangkan penyembelihan wedhus Jawa. Memang dalam
tradisi barikan yang digelar identik dengan menyembelih wedhus Jawa (kambing). Dana yang digunakan untuk menyiapkan
semua keperluan tradisi barikan berasal dari iuran warga per KK (kepala
keluarga) seminggu menjelang pemotongan kambing dilaksanakan.
Ketika tepat tanggal 1 Suro kambing
yang telah dibeli tersebut di sembelih oleh Moden desa.
Penyembelihan
dilaksanakan di pertigaan/perempatan kampung. Waktu yang
digunakan dalam penyembelihan kambing umumnya bakda sholat Dzuhur. Kambing yang sudah disembelih, selanjutnya
adalah tugas para ibu-ibu untuk memasak daging tersebut.
Ketika semuanya sudah selesai dan
setelah bakda sholat magrib masuklah pada ritual yang sakral. Daging kambing
tersebut di doakan (selametin)
oleh kiai desa. Proses selamaten tersebut berlangsung di
pertigaan/perempatan yang
bertepatan dengan tempat penyelembehan kambing sekaligus tempat memasak kambing
tersebut. Pada saat
tersebut warga datang secara
berbondong-bondong ke pertigaan/perempatan tempat acara
selametan berlangsung dengan membawa sega (nasi). Pembawaan nasi dimaksudkan untuk ikut disertakan dalam doa yang akan
dipanjatkan bersama olahan daging kambing tersebut. Setelah warga sudah berkumpul semua
dan mulailah dipanjatkan doa. Harapanya dengan masuknya tahun tahun baru
hijriah (1 Suro) masyarakat
daerah setempat mendapat keselamatan dalam kehidupannya. Setelah proses doa
selesai, daging yang di
doain tersebut dibagi kepada warga secara merata.
1.
Struktur Tradisi Lisan
a. Bentuk Tradisi
Tradisi
“Barikan” ini berbentuk selametan yang merupakan ungkapan rasa
syukur terhadap Tuhan
Yang Maha Esa atas nikmat atau berkah yang
telah
diterima dari sang Kuasa.
b. Perangkat Tradisi
Perangkat
yang digunakan dalam tradisi ini yaitu Kambing Jawa.
c. Pelaksanaan Tradisi
Tradisi “Barikan” ini dilaksanakan oleh warga per RT setiap tanggal
1 Suro (tahun baru
hijriah). Pelaksanaan
tradisi ini diawali dengan penyembelihan kambing Jawa oleh Modin desa di
pertigaan/perenpatan kampung. Kambing yang telah disembelih, selanjutnya dimasak
oleh ibu-ibu warga. Kemudian kambing yang telah masak didoakan (diselameti)
oleh kiai desa, yang selanjutnya daging kambing tersebut dibagikan kepada
warga.
d. Pelaku Tradisi
Pelaku
dalam tradisi “Barikan” ini yaitu:
·
Modin
desa, orang yang menyembelih kambing.
· Warga
RT setempat, yang berperan dalam proses pengolahan serta memasak kambing
tersebut.
·
Kiai
desa, yang mendoakan daging kambing tersebut untuk diselameti.
e. Ujaran
Ujaran
atau tuturan yang digunakan adalah doa yang tujuannya untuk mendapatkan keselamatan
dalam hidup kedepan.
2. Fungsi
Tradisi
a. Fungsi Sosial
Fungsi
sosial dalam tradisi ini yaitu untuk memperkuat solidaritas diantara warga
setempat.
b. Fungsi Religi
Fungsi
religi dalam tradisi ini yaitu untuk menghormati leluhur, serta sebagai sarana untuk
mendapat keselamatan dalam hidup.
3. Makna
Simbolik
a. Makna Perilaku
Menyembelih
kambing di pertigaan/perempatan jalan bertujuan untuk memupuk kerukunan serta
solidaritas antar warga setempat.
b. Makna Kebendaan
Makna
kambing dalam tradisi tersebut yaitu sebagai sarana untuk menolak bala.
c. Makna Ujaran
Doa-doa
yang diucapkan bertujuan untuk
mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.