ISTILAH DALAM SASTRA JAWA
Dibawah
ini adalah istilah – istilah yang sering kita jumpai dalam karya sastra
Jawa.
- Babad: sastra sejarah dalam tradisi
sastra Jawa; digunakan untuk pengertian yang sama dalam
tradisi sastra Madura dan Bali; istilah ini berpadanan dengan carita,
sajarah (Sunda), hikayat, silsilah, sejarah (Sumatera, Kalimantan, dan
Malaysia).
- Bebasan:
ungkapan yang memiliki makna kias dan mengandung perumpamaan pada keadaan
yang dikiaskan, misalnya nabok nyilih tangan. gancaran: wacana berbentuk
prosa.
- Gatra: satuan baris, terutama untuk
puisi tradisional.
- Gatra purwaka:
bagian puisi tradisional [parikan dan wangsalan] yang merupakan isi atau
inti.
- Guru gatra:
aturan jumlah baris tiap bait dalam puisi tradisional Jawa (tembang
macapat).
- Guru lagu:
(disebut juga dhong-dhing) aturan rima akhir pada puisi tradisional Jawa.
- Guru wilangan:
aturan jumlah suku kata tiap bait dalam puisi tradisional Jawa.
- Janturan:
kisahan yang disampaikan dalang dalam pergelaran wayang untuk memaparkan
tokoh atau situasi adegan.
- Japa mantra:
mantra, kata yang mempunyai kekuatan gaib berupa pengharapan.
- Kagunan basa:
penggunaan kata atau unsur bahasa yang menimbulkan makna konotatif: ada
berbagai macam kagunan basa, antara lain tembung entar, paribasan,bebasan,
saloka, isbat, dan panyandra.
- Kakawin:
puisi berbahasa Jawa kuno yang merupakan adaptasi kawyra dari India; salah
satu unsure pentingnya adalah suku kata panjang dan suku kata pendek (guru
dan laghu).
- Kidung:
puisi berbahasa Jawa tengahan yang memiliki aturan jumlah baris tiap bait,
jumlah suku kata tiap baris, dan pola rima akhir sesuai dengan jenis
metrum yang membingkainya; satu pupuh kidung berkemungkinan terdapat lebih
dari satu pola metrum.
- Macapat:
puisi berbahasa Jawa baru yang memperhitungkan jumlah baris untuk tiap
bait, jumlah suku kata tiap baris, dan vokal akhir baris; baik jumlah suku
kata maupun vokal akhir tergantung atas kedudukan baris bersangkutan pada
pola metrum yang digunakan; di samping itu pembacaannya pun menggunakan
pola susunan nada yang didasarkan pada nada gamelan;secara tradisional
terdapat 15 pola metrum macapat,yakni dhandhang gula, sinom, asmaradana,
durma,pangkur, mijil, kinanthi, maskumambang, pucung, jurudemung,
wirangrong, balabak, gambuh, megatruh, dan girisa.
- Manggala:
“kata pengantar” yang terdapat di bagian awal keseluruhan teks; dalam
tradisi sastra Jawa kuno biasanya berisi penyebutan dewa yang menjadi
pujaan penyair (isthadewata), raja yang berkuasa atau yang memerintahkan
penulisan, serta–meskipun tak selalu ada–penanggalan saat penulisan dan
nama penyair; istilah manggala kemudian dipergunakan pula dalam penelitian
teks-teks sastra Jawa baru.
- Pada: bait parikan: puisi
tradisional Jawa yang memiliki gatra purwaka (sampiran) dan gatra tebusan
(isi); pantun (Melayu).
- Parikan lamba:
parikan yang hanya mempunyai masing-masing dua baris gatra purwaka dan
gatra tebusan.
- Parikan rangkep:
parikan yang mempunyai masing-masing dua baris gatra purwaka dan gatra
tebusan.
- Pepali: kata
atau suara yang merupakan larangan untuk mengerjakan atau tidak
mengerjakan sesuatu, misalnya aja turu wanci surup.
- Pupuh: bagian dari wacana puisi dan
dapat disamakan dengan bab dalam wacana berbentuk prosa.
- Panambang:
sufiks/akhiran.
- Panwacara:
satuan waktu yang memiliki daur lima hari: Jenar (Pahing), Palguna (Pon),
Cemengan (Wage), Kasih (Kliwon), dan Manis (Legi).
- Paribasan:
ungkapan yang memiliki makna kias namun tidak mengandung perumpamaan,
misalnya dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan.
- Pegon: aksara Arab yang digunakan
untuk menuliskan bahasa Jawa.
- Pujangga: orang
yang ahli dalam menciptakan teks sastra; dalam tradisi sastra Jawa; mereka
yang berhak memperoleh gelar pujangga adalah sastrawan yang menguasai
paramasastra (ahli dalam sastra dan tata bahasa), parama kawi (mahir dalam
menggunakan bahasa kawi), mardi basa (ahli memainkan kata-kata), mardawa
lagu (mahir dalam seni suara dan tembang), awicara (pandai berbicara,
bercerita, dan mengarang), mandraguna (memiliki pengetahuan mengenai hal
yang ‘kasar’ dan ‘halus’), nawung kridha (memiliki pengetahuan lahir
batin, arif bijaksana, dan waskitha), juga sambegana (memiliki daya
ingatan yang kuat dan tajam).
- Saloka:
ungkapan yang memiliki makna kiasan dan mengandung perumpamaan pada subyek
yang dikiaskan, misalnya kebo nusu gudel.
- Saptawara:
satuan waktu yang memiliki daur tujuh hari: Radite (Ngahad), Soma (Senen),
Buda (Rebo),Respati (Kemis), Sukra (Jumuwah), dan Tumpak (Setu).
- Sasmitaning tembang:
isyarat mengenai pola metrum atau tembang; dapat muncul pada awal pupuh
(isyarat pola metrum yang digunakan pada pupuh bersangkutan) tetapi dapatpula
muncul di akhir pupuh (isyarat pola metrum yang digunakan pada pupuh
berikutnya.
- Sastra gagrak anyar:
sastra Jawa modern, ditandai dengan tiadanya aturan-aturan mengenai metrum
dan perangkat-perangkat kesastraan tradisional lainnya.
- Sastra gagrak lawas:
sastra Jawa modern, ditandai dengan aturan-aturan ketat
seperti–terutama–pembaitan secara ketat.
- Sastra wulang:
jenis sastra yang berisi ajaran,terutama moral.
- Sengkalan:
kronogram atau wacana yang menunjukkan lambang angka tahun, baik dalam
wujud kata maupun gambar atau seni rupa lainnya yang memiliki ekuivalen
dengan angka secara konvensional.
- Singir:
syair dalam tradisi sastra Jawa.
- Sot: kata atau suara yang
mempunyai kekuatan mendatangkan bencana bagi yang memperolehnya.
- Suluk: (1) jenis wacana (sastra)
pesantren dan pesisiran yang berisi ajaran-ajaran gaib yang bersumber pada
ajaran Islam; (2) wacana yang ‘dinyanyikan’ oleh dalang dalam pergelaran
wayang untuk menciptakan ‘suasana’ tertentu sesuai dengan situasi adegan.
- Supata: kata
atau suara yang ‘menetapkan kebenaran’ dengan bersumpah.
- Tembung entar: kata kiasan, misalnya kuping
wajan.
- Wangsit:
disebut juga wisik, kata atau suara yang diberikan oleh makhluk gaib,
biasanya berupa petunjuk atau nasihat.
- Wayang purwa:
cerita wayang atau pergelaran wayang yang menggunakan lakon bersumber pada
cerita Mahabharata dan Ramayana.
- Weca: kata atau suara yang
mempunyai kekuatan untuk melihat kejadian di masa mendatang.
- Wirid: jenis wacana (sastra)
pesantren yang berkaitan dengan tasawuf.